Mencegah Kepunahan Pencak Silat Lewat Dokumentasi, Garis Paksi

Pengamat dan pemerhati pencak silat, Rosalia Scortino Sumaryono, mengingatkan kepada publik olahraga bela diri asli Indonesia untuk tak melupakan dokumentasi sebagai upaya menjaganya.

Menurut perempuan berusia 57 tahun itu di Indonesia banyak terdapat aliran dan perguruan. Atas dasar itu, ia mengaku khawatir aliran silat di Indonesia yang jumlahnya ratusan tersebut bisa punah bila tidak ‘dipelihara’ dengan baik.

Perempuan yang akrab dengan sapaan Lia itu adalah istri dari almarhum legenda pencak silat Indonesia, Sumaryono atau yang lebih dikenal dengan sapaan O’ong Maryono.

Semasa hidupnya, kata Lia, O’ong aktif menyebarkan ilmu bela diri tradisional Indonesia tersebut ke berbagai negara di dunia melalui berbagai jalan diplomasi publik secara informal.

Selain itu, O’ong juga berusaha melestarikan ilmu pencak silat yang ia pelajari agar bisa diteruskan ke generasi berikutnya. Upaya itu kemudian membuahkan hasil yakni rangkuman teknik-teknik gerakan dari perguran Keluarga Silat Nusantara. Rangkuman itu pun menjadi buku dengan judul Pencak Silat For Future Generations.

Rosalia Sciortino memamerkan buku karya mendiang suaminya, O’ong Maryono berjudul Pencak Silat fot Future Generations (CNN Indonesia).

“Saya bukan ahli pencak silat. Tapi saya [terinspirasi] melihat almarhum suami saya. saya pikir masyarakat dunia cukup besar untuk mengenal lebih dalam pencak silat,” kata Lia saat berbincang dengan CNNIndonesia.com di sela Kejuaraan Dunia Pencak Silat di GOR Lila Bhuana, Bali, Rabu (7/12).

“Pencak silat ini selain kompetisi, harus ada juga penelitian, dokumentasi, dan tulisan laporan-laporan.”

Tak hanya itu, upaya pendokumentasian itu pun akan menjadi alat bagi bangsa ini saat berbicara di mata dunia tentang Pencak Silat.

“Misalnya kita ke UNESCO, pasti harus ada bukti bahwa Pencak Silat berasal dari Indonesia. Jika tidak begitu, guru-guru tua sebentar lagi menghilang [karena wafat]. Mas O’ong saja yang sudah berkelana ke mana-mana baru menuliskan sebagian kecil dari teknik pencak silat dalam sebuah buku sebelum ia meninggal. Tak ada lagi yang punya wawasan seperti dia,” kata Lia.

Tentang perkembangan olahraga bela diri tersebut, KONI dan Ikatan Pencak Silat Indonesia (IPSI) berjanji akan mengupayakan segala cara agar seni bela diri tersebut diakui UNESCO sebagai budaya bangsa Indonesia.

Saat ini, Indonesia sendiri baru memiliki empat budaya yang resmi terdaftar di UNESCO yaitu wayang, keris, batik, dan angklung. Jika dibandingkan dengan Jepangd dan Jepang, Indonesia masih tertinggal dalam hal pengakuan budaya. Jepang yang telah mendaftarkan 22 budayanya di UNESCO atau Iran yang memiliki delapan.

Tapi, dokumentasi pun tak sekedar dokumentasi saja. Lia menegaskan pemangku kepentingan mesti paham strategi selanjutnya setelah dokumentasi itu rampung. Salah satunya yakni penyaluran dokumentasinya.

“Sebetulnya sebagian padepokan-padepokan punya perpustakaan, tapi coba lihat sekarang keadaan perpustakaannya,” tukas Lia.

“Tidak ada satu pusat budaya dengan perpustakaan yang lengkap tentang pencak silat dimana orang-orang dari seluruh dunia ini bisa datang dan dapat belajar.”

Sementara itu mantan ketua penelitian dan pengembangan PB IPSI, Edhy Prabowo menyatakan ada banyak hal yang perlu dibenahi terkait dokumentasi soal pencak silat di Indonesia. Oleh karena itu, lanjutnya, padepokan dan perguruan pun harus giat mempromosikan dan mengumulkan dokumentasi tentang silat.

“Jadi teman-teman dari luar negeri yang mau belajar biasanya sudah tahu. Namun memang harus ditambah dengan optimalisasi terhadap pemberitaan dan informasi. Ini yang kami perlukan,” kata Edhy.

Source :https://garispaksi.org/2016/12/11/mencegah-kepunahan-pencak-silat-lewat-dokumentasi/