Pameran “Cerita Kaca”, Menghidupkan Kesenian Lukisan Kaca Indonesia, goodnewsfromindonesia

Pameran Lukisan Kaca “Cerita Kaca” di Dia Lo Gue © Dokumentasi pribadi penulis

Sabtu (3/2/2024), dilaksanakan pembukaan pameran “Cerita Kaca: Perjalanan Seni Lukis Kaca Indonesia” di Dia Lo Gue, Kemang, Jakarta. Pameran ini menghadirkan lukisan kaca karya seniman-seniman ternama Indonesia, seperti Rastika, I Ketut Santosa, Haryadi Suadi, dan masih banyak lainnya. Banyak juga karya yang tidak diketahui siapa senimannya. Lukisan kaca yang dipamerkan kali ini berasal dari koleksi pribadi, dan sejumlah museum.

Pameran yang berlangsung hingga 11 April besok tidak hanya menghadirkan keindahan lukisan kaca, tetapi juga mengenalkan masyarakat pada sejarah panjang lukisan kaca di Indonesia. Hal spesial dari lukisan kaca adalah teknik pembuatannya. Seniman melukis di bagian belakang kaca. Ketika dilihat dari depan, lapisan cat akan menyatu dengan indah. Kecintaan para pecinta seni dan kolektor terhadap teknik lukis ini mendorong mereka untuk mengadakan pameran “Cerita Kaca”.

Masuknya Lukisan Kaca ke Indonesia

Ketika memasuki pameran ini, Kawan GNFI akan menemui meja panjang yang menceritakan alur perkembangan lukisan kaca di Indonesia. Di situ, diceritakan bagaimana lukisan kaca awal masuk ke Indonesia pada tahun 1800-an. Lukisan ini dibawa ke Batavia oleh pedagang dari Tiongkok. Sementara itu, pedagang dari Jazirah Arab dan Persia juga menjual lukisan kaca ke pesisir utara Jawa. Dari situlah, lukisan kaca mulai dikenal oleh masyarakat Nusantara.

Tidak hanya menerima lukisan kaca impor, seniman di pulau Jawa mulai mempelajari cara untuk membuat lukisan kaca pada awal 1900-an. Mereka menggabungkan teknik lukisan kaca dengan ragam gaya wayang dan kaligrafi Islam. Keterampilan melukis di kaca pun menjadi pengetahuan rakyat yang diwariskan secara turun-menurun. Sayangnya, pada masa itu seniman lukisan kaca Indonesia belum menorehkan nama mereka pada karya. Jadi, tidak banyak yang kita ketahui mengenai mereka.

Seni lukis kaca di Bali sendiri muncul pada tahun 1840-an ketika Belanda menguasai Bali. Pada awalnya, seniman Bali membuat lukisan kaca bertema Putri Cina untuk memenuhi pesanan bangsawan lokal. Ragam gaya Bali sendiri baru muncul pada tahun 1927 ketika seorang pemahat wayang kulit bernama Jero Dalang Diah dari desa Nagasepaha mulai menggabungkan gaya wayang bali dengan teknik lukisan kaca. Nagasepaha kemudian menjadi pusat lukisan kaca Bali hingga sekarang.

Ragam Gaya Lukisan Kaca Indonesia

Terdapat tiga daerah perkembangan lukisan kaca di Indonesia. Masing-masing dari mereka memiliki gaya yang khas, sesuai dengan kehidupan sosial dan kebudayaan lokal yang ada di sana.

2. Cirebon

Masuknya lukisan kaca ke Cirebon bersamaan dengan berkembangnya agama Islam di Jawa. Lukisan kaca pun menjadi media penyebaran agama Islam. Oleh karena itu, pengaruh citraan khas Jazirah Arab dan Timur Tengah banyak ditemukan dalam gaya Cirebon. Objek yang sering digambarkan adalah kabah, masjid, dan burak.

Walau pun begitu, pengaruh dari kebudayaan masa Hindu-Budha juga masih dapat dilihat dengan adanya unsur wayang dan tokoh-tokoh seperti Ganesha. Burak pada gaya Cirebon juga memiliki ciri khas, yaitu memiliki badan kuda dan kepala wayang. Objek yang dilukiskan umumnya merupakan kaligrafi dan wayang. Pengaruh budaya Tiongkok juga masih terlihat dengan adanya hiasan awan dan batu karang.

2. Jawa Tengah

Lukisan kaca corak Jawa juga mengangkat cerita pewayangan dan keraton. Pada saat itu, wayang kulit masih sangat identik dengan keraton. Karena itu, lukisan kaca menjadi cara masyarakat menjadi lebih dekat dengan cerita wayang. Pada perkembangannya, lukisan kaca Jawa juga mengangkat cerita panji yang memiliki latar di Kerajaan Kediri dan Jenggala. Cerita panji yang sering muncul pada lukisan kaca adalah Jaka Tingkir dan Ande-ande Lumut.

Cerita rakyat yang berasal dari legenda dan cerita perlawanan terhadap penjajah juga sering muncul. Lukisan kaca dengan tema cerita rakyat tidak hanya berfungsi untuk melestarikan cerita itu, tetapi juga menjadi kritik sosial pada penguasa. Beberapa tema yang sering muncul adalah pembunuhan Kapten Tack dan Sakera.

Memang, lukisan kaca Yogyakarta lebih fokus pada kehidupan manusia jika dibandingkan dengan corak Cirebon. Tema lain yang sering muncul adalah Loro Blonyo, atau pasangan suami istri yang menggambarkan kemakmuran dan keturunan.

3. Bali

Corak Bali menggambarkan cerita Mahabarata dan Ramayana. Mereka menggunakan gaya Kamasan dan ragam hias kebudayaan agama Hindu. Mereka juga menggambarkan pemandangan alam secara naturalistik. Kedua gaya tersebut pada awalnya dikembangkan oleh Jero Dalang Diah.

Pada perkembangannya, mereka juga mengangkat permasalahan harian masyarakat Bali. Para seniman menggambarkan masalah seperti korupsi dan perubahan sosial yang terjadi dengan menggunakan corak gambar khas Bali.

Selain ketiga gaya yang dikembangkan di ketiga daerah itu, juga terdapat sejumlah tema lainnya yang tersebar di berbagai daerah. Salah satunya yang dipamerkan dalam pameran “Cerita Kaca” adalah putri Tiongkok dan Putri Campa. Tema ini mengikuti gaya khas lukisan kaca Tiongkok yang realistis tetapi sederhana. Lukisan-lukisan itu menggambarkan seorang perempuan yang berada di dekat meja atau jendela dengan sejumlah barang yang mengitarinya.

Source : https://www.goodnewsfromindonesia.id/2024/02/05/pameran-cerita-kaca-menghidupkan-kesenian-lukisan-kaca-indonesia?fbclid=IwAR0fx4Jh8dweXPNcmd_jzdhrumj4vpk6Qdk-9pJ-LrMgBUMh_W_KgeM1q58